Selasa, 28 Mei 2019

Tentang Ayahku yang Tak Berkaki

“Ayah adalah yang teristimewa di dunia sebab dari keringatnya ia memberi tapak untuk melangkah.” ― Abdurahman Faiz, Nadya: Kisah dari Negeri yang Menggigil 
Walaupun Ayahku tak lagi punya tapak untuk melangkah 

Assalamualaikum teman-teman semua. 

Iwan Buntung, begitu orang-orang biasa memanggilnya. 
Pria kelahiran medan 64 tahun silam ini mencari nafkah dengan cara menjadi supir angkutan kota di Bekasi. 

Tidak seperti supir angkot kebanyakan, Ayah lebih banyak libur daripada bekerja. Bukan karena malas ataupun lelah.  tapi karena kaki palsu yang selama ini menjadi teman hidupnya sudah tidak lagi sekuat dulu. 


Sering sekali kaki palsu yang telapaknya terbuat dari kayu ini diikat kuat-kuat dengan karet ban dalam bekas agar dapat kembali berdiri dengan gagah. 

Kadang juga disebabkan oleh luka lecet yang masih basah dikakinya karena terjepit dan harus menahan kaki palsunya. 

Ayah memang sosok yang cengeng, sering sekali ku lihat beliau menangis saat nonton film Bollywood tapi tak sekalipun kuliihat dia mengeluh saat mengobati kaki penuh lukanya. 

Ayah tidak dilahirkan dengan kondisi seperti ini namun Ayah mengalami kecelakaan ditahun 1990 dan Qadarullah Ayah harus mengikhlaskan kedua kakinya untuk diamputasi. 

Bukan hal yang mudah tentunya. Ayah sempat putus asa dan ingin cerai karena menganggap dirinya tidak lagi mampu untuk menjadi kepala rumah tangga. Namun, Mama tetap setia menemani Ayah sampai sekarang dan InshaAllah sampai maut memisahkan. 

Ayah dan Mama dikaruniai 3 Anak. 2 laki-laki dan 1 anak perempuan bungsu yaitu aku. Membesarkan anak tentunya bukan hal yang mudah kan? Apalagi dengan kondisi ayah yang sekarang. 

Namun ayah tidak pernah berhenti berusaha untuk membesarkan dan menyekolahkan ketiga anaknya. 
Ayah tidak berhenti berusaha untuk mencari nafkah mulai dari berdagang di Pasar Senen, Jakarta, Menjadi kernet metromini, menjadi supir omprengan dan kini menjadi supir angkot di Bekasi. 

Ayah selalu menolak untuk meminta bantuan kepada keluarga. Padahal ayah dan mama berasal dari keluarga yang berkecukupan. Namun ayah tetap memilih hidup seadanya dengan hasil yang dia dapatkan sendiri. 

Dulu Ayah selalu bangga kalau antar anak-anaknya pergi sekolah. tapi aku tidak pernah suka saat Ayah antarkan aku ke sekolah karena aku akan diejek “Anak si Buntung”. Beberapa kali Ayah dipanggil kesekolah karena aku bertengkar dengan temanku. 

Ayah tidak pernah marah, Ayah justru bilang “Puput harusnya bangga ayahnya udah kaya gini tapi tetap mau kerja, kalau ayah mau ayah bisa aja ngemis karena kondisi”. Ya, Saat itu aku belum faham. Aku hanya tau kalau ayahku cacat dan aku akan terus menerus menjadi ejekan teman-temanku. 

Tapi sekarang aku menyadari bahwa dulu aku pasti sangat menghancurkan hati beliau dengan berkata seperti itu. Maafkan Aku, Ayah! 

Dalam menyekolahkan ketiga anaknya ssering kali ayah harus menjual barang yang dimiliki bahkan sampai berhutang.  

Ayah selalu menjadi garda terdepan saat anak-anaknya ada masalah dan juga menjadi yang paling awal menghukum saat anaknya buat masalah. 

Ayah merupakan sosok yang tegas, Khususnya dalam hal pendidikan, gak jarang aku dan kakak-kakak kena pukul karena dapat nilai jelek saat pelajaran. 

Kerja keras ayah berbuah manis saat anak keduanya mendapat gelar S.E. Ayah datang kesemua tempat dan memamerkan kalau anaknya sudah menjadi sarjana. 

Seperti yang ku katakan sebelumnya. Ayah memang orang yang cengeng. Ayah menangis berhari-hari setiap melihat foto wisuda putra keduanya. Ayah juga berkali-kali bilang kalau “Ayah bisa nyekolahin anak sampai jadi sarjana”. 

Si buntung yang dulu di ejek teman-temanku mampu menyekolahkan anaknya sampai sarjana. 

Ayah tidak pernah berhenti bersyukur. Ayah tidak pernah berhenti bekerja dan Ayah tidak pernah berhenti bertaubat. 

Diusia senjanya ayah semakin Religius dengan sholat ke masjid dan belajar baca Al-Qur’an. Namun terkendala dengan tatapan-tatapan orang saat Ayah sholat dengan posisi duduk. Ada yang salah? Tidak. 

Tapi kenapa orang-orang gak berhenti menatap kearah ayah? Membuat ayah jadi minder dan takut mengganggu ke khusyuk an sholat jamaah yang lain. Akhirnya Ayah hanya sholat kemasjid di Hari Jum’at. Itu pun hanya mau sholat di masjid komplek Veteran TNI yang notabene banyak rekan yang disabilitas agar tidak menjadi pusat perhatian orang lain. 

Ayah punya mimpi untuk beribadah ke baitullah. 
Dan baru saja malam tadi 28 Mei 2019 Ayah bilang “Kalau ayah di izinin ke Baitullah, Ayah gak mau pulang! Ayah mau meninggal disana!” MasyaAllah impian seluruh muslim di jagat raya. 

Namun dilanjut dengan “Ah pepesan kosong, mana bisa Ayah kesana. Uangnya gaada lagi ayah gak punya kaki, gimana mau ibadah disana, nanti malah buat susah orang” 

Sengaja aku menulis cerita tentang Ayah karena aku ingin yang membaca bisa mendoakan agar Ayah bisa diberi kemudahan dalam beribadah, panjang umur, sehat dan InshaAllah diberikan kesempatan untuk beribadah ke Baitullah. Aamiin Aamiin Ya Rabbal Allamin.

1 komentar:

Fanny Fristhika Nila mengatakan...

semoga ya mbaaa, ayahnya bisa menginjakkan kaki ke tanah suci. aamiin...

aku terharu bacanya.. salut utk ayah mba yg slalu ulet dan tegar banget.

Kodrat Perempuan Cuma Jadi ART Setelah Nikah, Emang iya?

Terlahir di Negara dengan budaya ketimuran membuatku harus mengikuti adat yang sudah berjalan di Masyarakat. Mau tidak mau harus menjalankan...