Kamis, 26 April 2018

Indahnya menjadi Ibu

“Sebenarnya aku capek ngurus anak. Stress fisik dan mental. Apa boleh buat, karena ini pilihanku sendiri ya harus tetap dijalani.”
Kalimat di atas adalah status BBM seorang teman yang sepertinya sedang lelah menjalani profesinya sebagai ibu. Saya memakluminya, karena pernah berada pada titik itu. Memiliki anak-anak adalah anugerah, tetapi mereka juga perlu dihadapi dengan bekal yang cukup. 

Dari sejak hamil, melahirkan, bahkan sampai dewasa, anak-anak memberikan “pekerjaan” besar kepada para orang tua. Tidak ada seorang pun yang serta merta menjadi orang tua sempurna. Semua melalui proses belajar, dan gurunya adalah anak-anak.

Anak-anak mengajari para orang tua untuk bersabar melalui tingkah mereka. Menangis semalaman yang tidak diketahui penyebabnya, ditanya pun tak bisa karena dia masih bayi usia sebulan. Muntah dalam jumlah banyak setelah disusui, lagi-lagi penyebabnya baru diketahui belakangan. 

Sakit pilek yang tidak sembuh-sembuh, walaupun sudah dibawa ke dokter dan diminumkan obat. Belum lagi ketika sudah memasuki fase berjalan, meniru, berbicara, bersaing memperebutkan sesuatu, tidak mau sekolah, membantah, berbohong, dan lain sebagainya.

Para ibu yang menghadapi anak-anaknya selama dua puluh empat jam penuh, terkadang merasakan kejenuhan, kelelahan, dan ingin keluar dari tekanan itu. Saya sudah mempelajari perbedaan antara ibu bekerja dan ibu di rumah. Ibu bekerja jarang mengeluhkan perilaku anak-anaknya karena mereka tidak menghadapinya seharian. 

Pekerjaan lain juga memberikan semacam penyegaran dan kepuasan berupa materi dan aktualisasi. Sedangkan ibu di rumah lebih sering mengeluhkan perilaku anak-anaknya, karena sepanjang hari berkutat dengan anak-anak, bosan, jenuh, serta mengalami tekanan psikis.

Ciuman anak itu membahagikan

Seorang wanita yang memilih menjadi ibu di rumah, kadang-kadang juga mengalami tekanan mental dari orang-orang di sekitarnya. Misalnya saja dari orang tua yang sudah menyekolahkannya tinggi-tinggi. Sudah disekolahkan tinggi-tinggi, kok “hanya” di rumah saja. Apa gunanya gelar sarjana yang dimilikinya? Atau dari pandangan masyarakat, bahwa ibu di rumah tidak memiliki penghasilan sendiri, bergantung kepada suami, kurang wawasan, tidak “mentereng”, dan sebagainya.

Sebenarnya, ibu bekerja pun memiliki tekanan mental antara ingin tetap bekerja atau fokus mengasuh anak-anak. Saya pernah mendapatkan curhatan dari seorang teman yang bekerja dan merasa jauh dari anak-anaknya. Dia ingin melepaskan pekerjaannya, tetapi tidak bisa karena itu bentuk tanggungjawabnya kepada orang tua yang telah menyekolahkannya. Suami pun tak mendukungnya untuk melepaskan pekerjaan.

Selamat datang di dunia para ibu!

Dunia penuh tantangan dan rintangan. Dunia para ibu ini begitu kompleks. Ibu-ibu sering kali menanggapi perbedaan dalam mengasuh anak secara frontal dan agresif. Melahirkan secara normal atau ceasar? Vaksinasi atau tidak? MPASI Instan atau alami? ASI atau susu formula? Ibu bekerja atau di rumah? Dan lain sebagainya. 

Sindir menyindir antara para ibu (tentang pengasuhan anak) tak hanya terjadi di dunia nyata, tetapi juga di sosial media. Masing-masing menginginkan pihak lain mengikutinya, tetapi yang ada adalah perdebatan tak berujung.

Saya termasuk ibu yang bingung ketika baru memasuki dunia ibu. Banyak “kesalahan” yang saya perbuat, tetapi apakah kesalahan itu harus dihakimi sementara pelakunya belum memiliki pengetahuan yang memadai? Yup, sebab menjadi ibu adalah proses belajar. 

Saya belajar untuk memperbaiki kesalahan. Belajar berbahagia menjadi ibu, diantaranya dengan:
Mensyukuri anugerah sebagai ibu, karena tak semua wanita bisa mendapatkannya dengan mudah.
Anak-anak adalah berkah yang luar biasa dari Allah Swt. Tak sekali saya bertemu dengan wanita yang sulit mendapatkan anak. Pertemuan itu menyadarkan saya bahwa anak-anak adalah pemberian Tuhan yang tidak diberikan kepada semua umatnya.

Tidak ada komentar:

Kodrat Perempuan Cuma Jadi ART Setelah Nikah, Emang iya?

Terlahir di Negara dengan budaya ketimuran membuatku harus mengikuti adat yang sudah berjalan di Masyarakat. Mau tidak mau harus menjalankan...